TIMES LAMPUNG, LAMPUNG – UMKM atau singkatan dari Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, memiliki pengertian sebagai Usaha Mikro, yaitu usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Dewasa ini telah menjadi realitas aktivitas ekonomi Indonesia. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mencatat kontribusi UMKM terhadap PDB nasional nilainya lebih dari 50% mencapai 60,51% dan mampu menyerap 97% tenaga kerja.
Pesatnya pertumbuhan UMKM tak terlepas dari pandemi covid-19 yang terjadi pada pertengahan 2020 yang mengakibatkan banyak sektor usaha konvensional yang “terpaksa” melakukan efisiensi terutama dari sisi tenaga kerja.
UMKM hadir sebagai salah satu solusi kala massalnya fenomena PHK yang terjadi di berbagai sektor lapangan usaha. Banyak orang kehilangan pekerjaan sebagai akibat menurunnya permintaan barang dan jasa. Pandemi covid-19 menjadikan orang-orang yang dahulu berstatus sebagai pekerja beralih status menjadi berusaha.
Selama pandemi covid-19 melanda terjadi pertumbuhan usaha mikro dan kecil. Berdasarkan data UMKM Indonesia yang dirilis oleh Kadin Indonesia, terjadi pertumbuhan jumlah UMKM. Di tahun 2019 jumlah UMKM sebanyak 65,47 juta lalu tumbuh menjadi 66 juta di tahun 2023.
Peningkatan UMKM tak terlepas dari meningkatnya pekerja berstatus pekerja informal. BPS merilis data bahwa di Februari 2025 proporsi pekerja informal di Indonesia lebih besar dibandingkan pekerja formal.
Menurut defisininya, pekerja informal sendiri merupakan tenaga kerja dengan status berusaha sendiri, dibantu tenaga kerja tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar.
UMKM masuk dalam definisi pekerja informal, karena UMKM lazimnnya dikelola oleh perorangan dengan atau tanpa dibantu tenaga kerja.
Sektor lapangan usaha yang mencakup UMKM juga sangat beragam, mulai dari sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan akomodasi makan minum.
Peluang yang Diciptakan UMKM
Bukanlah hal sulit saat ini untuk menjadi UMKM. Berdasarkan definsinya saja UMKM merupakan usaha perorangan. Dengan modal perorangan, seseorang dapat membuat usaha mikro, kecil, dan menengahnya sendiri.
UMKM memberi secercah harapan kala itu. Di saat banyak sekali perusahaan yang melakukan lay off kepada pekerjanya, UMKM menjadi usaha yang mampu dilakukan modal dengan minim, dengan asa kedaulatan dapur yang harus tetap “ngebul”.
Data Kemenaker menyebutkan 46.240 orang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama periode Januari s.d. Agustus 2024. Sektor yang paling banyak melakukan PHK adalah industri pengolahan, dan yang melatarbelakanginya ialah penurunan permintaan barang industri dan kalah saing dengan produk impor.
Tak dapat dipungkiri kemudahan untuk “membangun” UMKM nyatanya memang mampu menciptakan lapangan usaha yang tak dapat diserap oleh sektoral formal. Sebagai motor penggerak penciptaan lapangan kerja, UMKM juga memberikan kontribusi yang sangat krusial bagi perekonomian Indonesia.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kontribusi UMKM bagi PDB lebih dari 50%. UMKM dikenal sebagai salah satu usaha yang resisten terhadap gejolak perekonomian. Terbukti saat pandemi covid-19, UMKM menjadi salah satu solusi sumber mata pencaharian dengan modal yang terbilang kecil.
Selain mampu menciptakan lapangan kerja yang tak dapat diserap sektor formal serta resisten terhadap gejolak ekonomi, UMKM juga terbukti mampu mengembangkan potensi tiap daerah terutama UMKM yang bergerak pada sektor kerajian. Akibatnya inovasi dan kreatifitas daerah mampu dipromosikan oleh UMKM.
Melihat UMKM Lampung
Perkembangan UMKM tidak hanya terjadi dalam skala nasional. Provinsi Lampung sebagai pintu gerbang Pulau Sumatra karena letaknya yang cukup strategis juga mengalami pertumbuhan UMKM yang cukup pesat.
BPS Provinsi Lampung mencatat pada tahun 2020 jumlah UMKM di Provinsi Lampung 147 ribu UMKM, dan meningkat di tahun 2021 menjadi 150 ribu UMKM. Kabupaten dengan UMKM terbanyak adalah Kota Bandar Lampung, dengan proporsi sebesar 78,49% dari total UMKM di Provinsi Lampung.
Menjadi wajar karena Kota Bandar Lampung selain sebagai Ibukota Provinsi Lampung, kota ini juga merupakan pusat pemerintahan, ekonomi, dan sosial Provinsi Lampung.
Melihat fenomena ini, Gubernur Lampung periode 2019-2024, Arinal Djunaidi meresmikan Gedung Pasar UMKM atau UMKM Center di wilayah PKOR Way Halim. Hal ini menjadi bukti dan komitmen pemerintah Provinsi Lampung mendukung produktivitas UMKM Provinsi Lampung.
Tantangan UMKM
Tantangan klasik UMKM ialah keterbatasan modal. UMKM merupakan usaha perorangan yang seringkali hanya memiliki modal awal relatif kecil, baik modal berupa aset produksi maupun modal tenaga kerja.
Karena sifatnya usahanya lebih kepada “individu” lazim ditemukan pemilik usaha merangkap sebagai tenaga kerja. Sehingga UMKM bisa disebut juga usaha skala kecil karena syarat mendirikannya yang terbilang mudah.
Untuk mensiasati UMKM bermodal kecil, pemerintah melalui sejumlah bank baik bank plat merah maupun bank swasta menyalurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menyasar pelaku UMKM. Disebutkan bahwa sebanyak 8,29 juta pelaku UMKM telah menerima KUR dalam periode Januari hingga Mei 2025.
UMKM di Provinsi Lampung pun ikut berpartisipasi dalam program penyaluran KUR. Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bengkulu dan Lampung menyebutkan bahwa KUR telah disalurkan kepada 202.854 debitur pada tahun 2024.
Paling banyak KUR disalurkan oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 75,11% dari total seluruh penyaluran KUR. Dengan adanya KUR, diharapkan UMKM dapat meningkatkan skala usaha dan memperkerjakan lebih banyak tenaga kerja.
Sejalan dengan rilis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang menyebutkan setiap debitur KUR berpotensi menyerap rata-rata tiga tenaga kerja baru. Hal ini menunjukkan bahwa KUR tidak hanya memberikan akses pembiayaan bagi UMKM, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam menciptakan lapangan pekerjaan.
Selain keterbatasan modal, UMKM juga memiliki keterbatasan terhadap pemanfaatan teknologi. Seperti yang kita ketahui, perkembangan teknologi sangatlah cepat sehingga UMKM haruslah adaptif terhadap perkembangannya.
UMKM yang adaptif terhadap perkembangan teknologi tentu akan lebih unggul dari sisi pemasaran, branding, akses pasar yang lebih luas, dan persaingan. Namun, perlu diperhatikan juga terkait keamanan dan cyber criminal yang saat ini harus diwaspadai. Alih-alih memperoleh keuntungan justru terjadi sebaliknya.
UMKM dilihat dalam lanskap nasional maupun Lampung saat ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-hari. Produk dan jasanya telah mudah kita nikmati.
Namun perlu menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai regulator bahwa UMKM merupakan usaha kecil yang seringkali dikelola secara perorangan dengan modal “seadanya”. Hambatan kecil saja memungkinkan runtuhnya UMKM.
Maka, pemerintah terlebih pemerintah Provinsi Lampung dalam hal ini haruslah memberikan dukungan maksimal kepada pelaku usaha UMKM agar mampu meningkatkan skala usahanya dengan harapan UMKM, khususnya UMKM Provinsi Lampung dapat lebih berkembang dan lebih banyak lagi berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Sehingga UMKM tidak lagi menjadi solusi darurat namun menjadi lebih agresif lagi dalam meningkatkan ekonomi. (*)
***
*) Oleh : Dita Christina S, lStatistisi di BPS Provinsi Lampung.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: UMKM yang Menyelamatkan Ekonomi Rakyat
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |